WONG JOWO IN THE BLOG MENGUCAPKAN "SELAMAT TAHUN BARU MASEHI 2018", SEMOGA DITAHUN BARU INI GUSTI ALLAH SWT,BANYAK BERKAH DAN BAROKAH, SEHINGGA MENAMBAH KESEMPURNAAN HIDUP DAN IBADAH KITA, AMIN YA RABBAL ALAMIN

Wednesday, April 19, 2017

FILOSOFI MAKANAN JENANG

Eksistensi jenang di kalangan masyarakat Jawa khususnya di wilayah Surakarta sudah melekat sejak zaman kerajaan hindu-budha dan era walisongo sampai sekarang. Jenang, makanan khas penduduk Jawa yang terbuat dari beras putih dan beras ketan, kerap hadir sebagai makanan pelengkap di berbagai acara seperti hajatan pernikahan, selamatan ibu hamil, selamatan bayi yang baru lahir, selamatan orang meninggal dan masih banyak lagi berbagai acara adat maupun keagamaan. Segala macam acara tersebut tidak pernah lepas dari kehadiran jenang dan makanan ini diyakini muncul dari kreativitas masyarakat setempat.

Jenang bukan sekedar makanan khas yang digemari oleh penduduk Jawa. Lebih dari itu, jenang ternyata memiliki filosofis dan simbol-simbol yang diyakini oleh orang Jawa. Selain sebagai rasa syukur kepada-Nya, jenang juga dijadikan simbol doa, persatuan, harapan, dan semangat masyarakat Jawa. Jenis-jenis simbol antar jenang satu dengan lainnya berbeda-beda mengingat ada beberapa jenis jenang yang terkenal di Pulau Jawa.

JENANG SUMSUM

Yang pertama adalah jenang sumsum. Jenang ini terbuat dari beras putih yang dicampur dengan beras
Jenang Sumsum
ketan sedikit kemudian ditaburi dengan gula merah atau gula putih di atasnya. Selain warnanya yang putih bersih dan diyakini sebagai simbol kebersihan hati dan kesejahteraan, atau pada diri manusia melekat sifat kelemahan dan kekuatan. Kekuatan pada diri manusia sebaiknya digunakan untuk nilai-nilai kebaikan, jenang lahan maknanya lepas dan hilang semua nafsu negatif, iri, dengki, sombong dan sebagainya dihadapan Allah, jenang pati maknanya melebur nafsu dan pasrah kepada Allah. jenang ini kerap disuguhkan ketika ada acara pernikahan dan dipercaya akan mendatangkan kesehatan, berkah, dan juga kekuatan bagi pasangan serta panitia hajatan.

JENANG PROCOTAN


Jenang Procotan
Kedua adalah jenang procotan yang kerap disajikan di acara selamatan ibu hamil pada bulan ketujuh masa kehamilan. Jenang ini dipercaya sebagai simbol keselamatan dan kelancaran untuk ibu hamil yang akan melahirkan. Selain itu, jenang ini juga terkadang disajikan dengan jenang sepasaran yang disuguhkan ketika memberi nama kepada bayi yang baru lahir sehingga juga dipercaya sebagai simbol doa untuk anak.

JENANG ABANG ATAU MERAH

Ketiga adalah jenang abang atau merah yang juga disebut jenang 'sengkala'. Jenang ini sekilas mirip jenang sumsum yaitu berwarna putih yang dicampur dengan gula merah dan terkadang dengan parutan kelapa di atasnya. Acara-acara seperti penyambutan bulan baru kalender Jawa atau yang disebut dengan “suro” ini sering menghadirkan jenang abang sebagai makanan pelengkap dan menjadi makanan khas yang wajib disajikan. Jenang ini memiliki simbol rasa syukur kepada Tuhan akan datangnya bulan baru dan juga sebagai ungkapan doa 'penyerahan diri' kepada Tuhan untuk memohon keselamatan dan keberkahan. bisa juga bermakna warna merah dan putih merepresentasikan penciptaan/asal-usul manusia laki-laki dan perempuan, jenang maknanya selalu melihat sesuatu dengan dimensi yang luas, namun tetap fokus dengan apa yang menjadi tujuan.
Jenang Ireng

JENANG IRENG ATAU HITAM

Keempat adalah jenang ireng. Kata “ireng” dalam Bahasa Jawa berarti hitam. Jenang ini terbuat dari beras ketan hitam yang dipadu dengan kuah santan segar dan wangi daun pandan. Jenang ini sering disajikan di berbagai acara ritual kegamaan dan juga selametan ibu hamil. Selain dipercaya dapat mendatangkan keberkahan, jenang ini juga dijadikan makanan pelengkap yang bagus untuk ibu hamil karena citra rasanya yang manis dan mengandung khasiat ketan hitam.


JENANG CHANDIL/GRENDUL

Kelima adalah jenang grendul. yang bermakna Manusia harus ingat Allah dan selalu berdoa untuk
Jenang Grendul
mewujudkan harapannya menjadi kenyataan, jenang grendul maknanya kehidupan itu seperti cakra penggilingan seperti roda yang berputar kadang di atas dan di bawah/naik-turun. Kita perlu menemukan kestabilan dari perbedaan yang terjadi dalam kehidupan. Jenang ini juga biasa disebut jenang candhil dan terbuat dari tepung ketan dan dicampur dengan gula merah sehingga memunculkan warna merah kecoklatan. Jenang ini memiliki tekstur kenyal dan berbentuk seperti bola-bola kecil dan dipadukan dengan kuah santan pada penyajiannya. Pada acara-acara formal atau kuliner keluarga, jenang ini disajikan dan diyakini sebagai simbol keharmonisan hidup yang diwarnai oleh perbedaan. Selain itu, ada nilai eksentris yang terkandung di dalamnya, baik adat maupun budaya.

JENANG SALOKO

Keenam adalah Saloko, maknanya kesucian itu milik Allah. Manusia harus selalu mewaspadai nafsu 'aku' pada dirinya berani mengoreksinya dirinya, sebagai jalan untuk bisa mengenal Allah, 

JENANG MANGGUL 

Jenang Manggul
Ketujuh adalah jenang manggul maknanya kita harus menjunjung tinggi kebaikan leluhur yang telah mewariskan segala bentuk pengetahuan pada diri kita, 

JENANG SURAN

Kedelapan adalah Jenang suran maknanya waktu itu terbatas dan selalu menjalani siklusnya. Kita seharusnya ingat masa lalu dan memperbaiki masa depan. Dengan disajikannya jenang tersebut sebagai penanda bahwa simbolisasi masa lalu untuk lebih baik lagi di masa akan datang, terdiri dari bahan-bahan yang khusus dipilih seperti santan, garam dan daun salam. Sementara, untuk lebih memperlezat jenang ini ditambahkan lauk pauk seperti sambal goreng, telur dadar tipis, perkedel, kelangkam kentang/tempe, lalapan timun dan daun kemangi. Di sajikan untuk menyambut tahun baru Muharram atau sura.

JENANG KATUL

Kesembilan adalah Jenang Katul maknanya kita hidup tak bisa berdiri sendiri, selalu membutuhkan orang lain, 

JENANG WARNI PAPAT/EMPAT 

Kesepuluh adalah Jenang warni empat yang bermaknanya simbol nafsu yang melekat pada diri manusia. Warna merah simbol amarah. Putih menyimbolkan Muthamainah, kuning artinya aluamah dan hijau maknanya sufiyah (nafsu yang selalu ingin memiliki duniawi. Kita dituntut mengendalikan keempat jenis nafsu yang melekat pada diri kita.

JENANG PATI

Jenang Pati
Kesebelas adalah Jenang pati maknanya adalah melebur nafsu dan pasrah kepada Allah. dan sebagai pengingat kita begitu dekat dan akan merasakan kematian.



JENANG KOLEP

Keduabelas adalah Jenang Kolep maknanya adalah manusia sebagai
mahkluk sosial selalu dihadapkan pada perbedaan. Menghormati dan menghargai perbedaan dalam masyarakat yang plural dan multikultur menjadi nilai yang penting dalam kehidupan sehari-hari.

JENANG SENGKOLO

Ketigabelas adalah Jenang Sengkolo yang terdiri dari jenang abang (merah) dan putih bermakna
Jenang Sengkolo
 simbol dari keberadaan manusia di dunia. Jenang abang (merah) melambangkan lelaki, dan jenang putih melambangkan perempuan. Adanya Jenang Sengkolo disetiap ritual, agar manusia selalu ingat jikalau dunia terisi oleh dua esensi, lelaki dan perempuan, semoga keduanya dijauhkan dari marabahaya(kolo).

JENANG TAMING

Keempatbelas adalah Jenang Taming yang maknanya adalah belajar menjaga kekuatan pada diri kita dengan berdoa kepada Allah dan mengenali serta memahami kelemahan diri sendiri.

JENANG NANGNGRANG

Kelimabelas adalah Jenang nangngrang yang maknanya adalah manusia seharusnya belajar mengontrol emosi kemarahannya, agar kekuatan pada dirinya bisa bermanfaat untuk sesama.

JENANG LEMU MAWI SAMBEL GORENG

Jenang Lemu Mawi Sambel Goreng
Keenambelas adalah Jenang Lemu mawi sambel goreng yang maknanya adalah tak lemah membangun semangat baru dalam kehidupan.

JENANG LAHAN

Ketujuhbelas adalah Jenang lahan yang maknanya adalah lepas dan hilang semua nafsu negatif, iri, dengki, sombong dan sebagainya dihadapan Allah.

No comments:

Post a Comment